31 Desember 2011

Vietnam Received Four More Su-30MK2

31 Desember 2011

Su-30 of the Vietnam People Air Force (photo : Jetphotos)

Interfax-AVN - Russia successfully carried out a contract to supply Vietnam 12 multifunctional fighters Su-30MK2.

"In accordance with the timetable agreed with the customer next four Su-30MK2 posted on Friday from Komsomolsk-on-Amur in Vietnam," - said a source in the military-industrial complex.

He recalled that the delivery of the first four aircraft were delivered in June this year.

(Interfax)

30 Desember 2011

Fourth Airbus Military A330 MRTT Handed Over to RAAF

30 Desember 2011

Airbus Military A330 MRTT (photo : Aus DoD)

The fourth Airbus Military A330 MRTT multi-role tanker transport for the Royal Australian Air Force has been formally handed over to the service, leaving just one aircraft of its order still to be delivered.

Known as the KC-30A in RAAF operation, this particular aircraft is the only one for the RAAF to have been converted from the basic A330 in Madrid, the others having been converted by Qantas Defence Services in Brisbane, Australia. It took part in the A330 MRTT development programme and has been extensively renovated prior to delivery in Madrid.

Following the handover the aircraft will remain in Spain for continued test work and will be transferred to RAAF Base Amberley, Queensland later in the year. The fifth and final aircraft will be delivered in the third quarter of the year.

The A330 MRTT recently underwent successful refuelling trials in Australia with a RAAF F/A-18 fighter and earlier this month was displayed by the RAAF at the LIMA Airshow in Malaysia.

It is the world’s most advanced air-to-air tanker and the only certified and flying new generation tanker/transport aircraft in existence. It will substantially increase the aerial refuelling and logistical capabilities of the RAAF.

In RAAF service, the aircraft are equipped with two underwing refuelling pods, the fly-by-wire Airbus Military Aerial Refuelling Boom System (ARBS), and a Universal Aerial Refuelling Receptacle Slipway Installation (UARRSI) enabling it to be refuelled from another tanker.
Powered by two General Electric CF6-80E engines, the aircraft are equipped with a comprehensive defensive aids suite (DAS) and fitted with 270 passenger seats.

Indonesia dan Rusia Tanda-Tangani Kontrak Pembelian 6 Su-30MK2

30 Desember 2011

Dengan pesanan 6 Su-30MK2 maka skadron Su-27/Su-30 akan genap menjadi 16 unit (photo : Kaksus Militer)

Jakarta, DMC - Kementerian Pertahanan Republik Indonesia memastikan membeli enam unit jet tempur Sukhoi Su-30 MK2 dari Rusia sebagai bagian dari rencana strategis untuk memenuhi kekuatan udara pesawat tempur Sukhoi hingga satu skuadron atau setara 16 jet tempur.

Kepastian tersebut ditandai dengan penyerahan kontrak pengadaan Sukhoi Su-30 MK2 antara Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dengan JSC Rosoboronexport Rusia, Kamis (29/12) di kantor Kementerian Pertahanan RI, Jakarta.

Dalam acara penyerahan kontrak tersebut, pihak Kemhan diwakili oleh Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kemhan RI Mayjen TNI Ediwan Prabowo, sedangkan pihak Rosoboronexport Rusia diwakili oleh pejabat perwakilannya di Indonesia Vadim Araksin.

Hadir menyaksikan serah terima kontrak tersebut sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan dan Mabes TNI AU antara lain Kepala Pusat Pengadaan Baranahan Kemhan Laksma TNI Ir. A. Djonie Gallaran, MM, Asrena Kasau Marsda TNI Rodi Suprasodjo, S.IP dan Kadisadaau Marsma TNI Achmad Zainuri. Hadir pula Duta Besar Rusia Untuk Indonesia Alexander A. Ivanov.

Pengadaan enam unit jet tempur Sukhoi Su-30 MK2 ini untuk melengkapi 10 Sukhoi yang kini sudah dimiliki TNI AU sehingga nantinya genap menjadi satu skuadron yang ditempatkan di Pangkalan Udara (Lanud) Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

10 Shukoi tersebut terdiri enam unit Sukhoi jenis Su-27 SKM dan empat unit Sukhoi jenis Su-30 MK2. Dengan penambahan enam unit jet tempur Sukhoi Su-30 MK2 tersebut diharapkan dapat menambah kekuatan tempur TNI AU dalam menjaga kawasan udara Indonesia.

Kabaranahan Kemhan RI dalam kesempatan tersebut menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak JSC Rosoboronexport Rusia yang telah menunjukkan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dengan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia sehingga realisasi pengadaan Sukhoi Su-30 MK2 dapat terpenuhi.

Realisasi pengadaan Sukhoi Su-30 MK2 menjadi salah satu perkembangan positif dari hubungan kerjasama yang saling menguntungkan antara kedua negara di bidang pertahanan terutama kerjasama pengadaan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista).

Kabaranahan Kemhan RI berharap, di masa mendatang Pemerintah Indonesia dapat mencapai kebutuhan Alutsista khususnya pesawat tempur yang dapat menjaga wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman baik internal dan eksternal.

Mengakhiri sambutannya, Kabaranahan Kemhan RI mengatakan, dengan telah diserahkannya kontrak pengadaan Sukhoi Su-30 MK2, maka kedepan kedua belah pihak memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan proses pengadaan Sukhoi Su-30 MK2 seperti yang telah direncanakan dan Kemhan RI berharap dapat selesai tepat pada waktunya.(BDI/SR)

(DMC)

29 Desember 2011

Menhan : Lokasi Pemanfaatan Kapal Selam Belum Ditentukan

29 Desember 2011

KRI Cakra 401 (photo : Antara)

Medan - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pemerintah belum menentukan lokasi pemanfaatan tiga kapal selam yang diproduksi di Korea Selatan untuk mendukung kekuatan TNI Angkatan Laut.

"Masih dipikirkan lokasi penggunaannya," katanya ketika tiba di Bandara Polonia Medan, Rabu.

Menurut Menteri Pertahanan (Menhan), pihaknya telah memiliki beberapa pilihan lokasi untuk pemanfaatan tiga kapal selama itu.

Namun dalam perkembangan terakhir, pihaknya belum dapat memutuskan lokasi pemanfaatan kapal selam yang masih dalam proses pembahasan tentang mekanisme alih teknologi dalam pengadaan benda tersebut.

"Ada beberapa pilihan tetapi belum diputuskan," katanya tanpa menyebutkan lokasi-lokasi yang menjadi pilihan itu.

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu menyatakan, kapal selam yang diproduksi di Korea Selatan tersebut dipilih karena memiliki sejumlah kelebihan dalam mendukung kekuatan TNI Angkatan Laut.

"Kapal itu pengembangan lebih lanjut dari jenis U-209," katanya tanpa menjelaskan lebih rinci.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, pemerintah Indonesia dan Korea Selatan masih membahas mekanisme alih teknologi dalam pengadaan tiga kapal selam baru tersebut.

Ketika mengunjungi PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia, di Bandung, Selasa (20/12), ia mengatakan, proses pengadaan kapal selam tersebut telah selesai pada tahap penentuan produsen dan kontrak.

Dalam kontrak tersebut ada ketentuan mengenai mekanisme alih teknologi mulai dari awal hingga akhir pengadaan selesai seluruhnya.

Proses pengadaan tiga kapal selam tersebut diadakan dari Korea Selatan. Sebelumnya untuk pengadaan kapal selam TNI AL ada beberapa negara yang menjadi pilihan seperti Jerman (U-209), Korea Selatan (Changbogo), Rusia (Kelas Kilo), dan Prancis (Scorpene).

Setelah melalui tender dan disesuaikan dengan spesifikasi teknis dan kebutuhan operasional serta anggaran yang ada, akhirnya diputuskan pengadaan dilakukan dari Korea Selatan.

(Antara)

HDW U-216 May be on Navy's Shopping List

29 Desember 2011

HDW U-216 conventional submarines (all images : Militaryphotos)

U-boats may be on navy's shopping list

Australia's ''future submarine'' could be a super U-boat built by a German company that made many of the submarines that nearly brought Britain to its knees in World War II.

HDW has released details of a concept design, designated the Type 216, for a long-range conventional submarine.

Experts say the design, based on the successful Type 214, is specifically targeted at Sea 1000 - Defence's future submarine program.

Rex Patrick, a former submariner and the director of Acoustic Force, said yesterday the information available indicated Type 216 would meet the requirements spelt out in the 2009 Defence white paper and there was no reason the submarines could not be built in Adelaide.

''I think they [HDW] have been working on the Type 216 for some time with candidates like Australia, India and Canada in mind,'' he said.

Another HDW design, the Type 209, is the basis for three submarines Indonesia is buying from Korea's Daewoo Shipbuilding Marine Engineering.

The $1billion contract for the three, two of which will be built in South Korea and one in Indonesia, was signed on December 20.

Defence has been considering a number of European submarines, including the HDW 214, the Spanish Navantia S-80 and French DCNS Scorpene, as replacements for the trouble-plagued Collins for some time. It has confirmed ''requests for information'' are to be sent to the three manufacturers.

Defence has also signed a contract with Babcock to research a land-based submarine propulsion test facility and a ''Future Submarine Industry Skills Plan'' is being prepared.

While Defence has acknowledged the European vessels offer proven designs and shorter delivery times than an Australian-designed submarine, the concern is they are too small to meet Australia's broad needs as outlined in the 2009 white paper.

The ''supersized'' HDW Type 216 may change that. It is more than twice the size of the three submarines that have just been commissioned by Indonesia.

Designated the Type 1400, the Indonesian boats will still be very capable. The first is expected to be in use by 2015 with the second scheduled for delivery in 2018.

There is grave concern delays in the Government's decision making process means there is no longer sufficient time to design and build an ''evolved'' Collins class boat by the 2025 deadline.

Former ASC chief executive officer, Greg Tunney, is on the record as having said ''serious concept work and definition studies'' should have begun in 2010.

HDW's Type 216 concept, the subject of a special report in the current edition of Jane's International Defence Review, overcomes the shortcomings of small European submarines and would take less time - and money - to build than a ''son of Collins'' analysts claim. At almost 4000t, 89m long and with an extendable minimum range of 10,400 nautical miles (19,240km), it outclasses the existing Collins in every way.

The evolved 216 would come with air-independent propulsion giving it a nuclear submarine-like ability to linger underwater in choke points such as the Straits of Malacca for weeks on end. It would have the ability to launch cruise missiles, carry a ''swimmer delivery vehicle'' for special operations and be extremely quiet thanks to propulsion design parameters and an outer shell that absorbs sound.

(Canberra Times)

28 Desember 2011

Raytheon Wins the ALFS for Australian Navy

28 Desember 2011

Airborne Low Frequency Sonar for MH-60R ASW helicopters (photo : Raytheon)

Raytheon Co., Integrated Defense Systems, Portsmouth, R.I. is being awarded an $80,830,000 modification to a previously awarded firm-fixed-price contract (N00019-11-C-0077) to provide for the procurement of 25 MH-60R AN/AQS-22 Airborne Low Frequency Sonar (ALFS) systems for the Royal Australian Navy under the Foreign Military Sales Program.

Work will be performed in Neuilly-sur-Seine Cedex, France (68 percent), and Portsmouth, R.I. (32 percent), and is expected to be completed in October 2016. Contract funds will not expire at the end of the current fiscal year.

The Naval Air Systems Command, Patuxent River, Md., is the contracting activity.

(US DoD)

27 Desember 2011

Korps Marinir Gelar Latihan di Penghujung 2011

27 Desember 2011

Tank BMP-3F Marinir TNI (photo : Antara)

Surabaya (ANTARA News) - Korps Marinir menggelar Latihan Pemantapan Brigade Pendarat (Lattap Brigrat) yang dilaksanakan di penghujung tahun 2011 di Pusat Latihan Tempur Korps Marinir Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur.

Siaran pers dari Penerangan Pasmar-1 yang diterima ANTARA Surabaya, Selasa, menyatakan, Lattap Brigrat itu dilaksanakan mulai tanggal 26 Desember hingga 29 Desember 2011.

Kegiatan itu bertujuan meningkatkan, kemampuan taktik dan teknik serta keterampilan tiap-tiap kesenjataan di jajaran Korps Marinir, termasuk dengan latihan tersebut yang merupakan latihan gabungan seluruh unsur-unsur kesenjataan yang dimiliki oleh Korps Marinir TNI AL.

Selain itu, latihan itu juga bertujuan menjadikan setiap prajurit Korps Marinir TNI AL memiliki naluri lapangan yang tinggi dan memiliki kemampuan bertempur sesuai dengan kesenjataan masing-masing.

Latihan yang diikuti 3.000 prajurit Baret Ungu dari berbagai unsur itu juga melibatkan sejumlah material tempur yang dimiliki oleh Korps Marinir TNI AL, di antaranya 15 unit BMP-3F, lima unit Tank PT-76, 32 unit BTR-50, dan enam unit LVT-7.

Selain itu, empat unit BVP-2, enam unit Roket Multi Laras (RM 70 Grad), delapan pucuk Howitzer 105 mm, empat pucuk Meriam 57 mm, tujuh pesawat udara (tiga unit Helikopter, empat unit Cassa 212), tiga buah Kapal Perang (KRI Teluk Mandar, KRI Hasanudin, KRI Makassar), dan empat unit Sea Raider.

Vietnam Navy Receives Transport Choppers

27 Desember 2011

An EC225 helicopter lands Sunday morning at Vung Tau Airport in the southern province of Ba Rai-Vung Tau. (all photos : Tuoi Tre)

The Vietnamese Navy received Sunday morning two EC225 helicopters, made by French helicopter manufacturer Eurocopter, in a ceremony at Vung Tau Airport in the southern province of Ba Ria-Vung Tau.

The EC225 is a long-range passenger transport aircraft with an integrated display system and a digital four-axis autopilot.

Commander of the Vietnamese Navy Admiral Nguyen Van Hien (2nd right) and other delegates at Sunday morning's ceremony to receive two EC225 helicopters at Vung Tau Airport in the southern province of Ba Ria-Vung Tau.

The chopper, which is designed for offshore patrol and search and rescue missions, can fly at up to 260 kilometers per hour and reach a flying range of 900 km.

It has seating arrangements for 19 passengers, with an 11-tonne loaded weight.

Inside the cockpit of the EC225

Commander of the Vietnamese Navy Admiral Nguyen Van Hien and Deputy Chief of General Staff of the Vietnamese People’s Army Lieutenant General Tran Quang Khue attended this morning’s event, together with many other high-ranking officers of the country’s navy and air force.

An exhibition flight carrying the delegates was conducted shortly after the ceremony.

One of the two EC225 helicopters flies over Vung Tau sky this morning in an exhibition flight.


The Navy also announced a decision to form an EC225 helicopter squadron on this occasion.

Above are four photos taken by Tuoi Tre reporters Sunday morning.

26 Desember 2011

US Willing to Help Philippines Get F-16 Jets

26 Desember 2011

F16 jet fighter (photo : Militaryphotos)

MANILA, Philippines - The United States has expressed willingness to help the Philippines obtain a squadron of F-16 jet fighters to improve its defense capability, Foreign Affairs Secretary Albert del Rosario said yesterday.

Del Rosario clarified, however, that this would not mean stationing of US naval vessels in the Philippines.

He admitted there is a plan to station US navy ships in the region but stationing them in the country was not discussed.

“It has not come up yet. What the US discussed with us is we see foreign policy of US for Asia and the Pacific. They are repositioning and re-balancing. They want to re-engage with Asia. The region has become a key driver in global politics,” Del Rosario said.

“They (US) discussed with us the cooperation with stationing 2,500 (troops) and two ships in Singapore but we did not discuss anything for the Philippines, except assistance to improve our capability... I do not think at this point it is being discussed. We are still in the process of refining the VFA (Visiting Forces Agreement),” he said.

Del Rosario and Defense Secretary Voltaire Gazmin will visit the US in February or March to meet with their counterparts.

Del Rosario said the US is ready to help improve the Philippines’ defense capability.

“We are trying to get the assistance of several countries to be able to take minimum and credible defense posture and the US expressed willingness to help us with two Hamilton-class cutters, and the second one is coming. We are also trying to obtain a squadron of F-16s under defense articles,” he said.

Del Rosario said the vessels and F-16s the Philippines would like to obtain were discussed with US officials, including US Secretary of State Hillary Clinton.

“We actually discussed it already. We identified (the items) when I went to the US for the first meeting with Secretary Clinton. At the time I said we need to stand up and defend what we believe is ours and they said they would be willing to help,” Del Rosario said.

“My definition of squadron is 12 fighter jets (of) F16. This is a request and I was told it is being considered,” he said.

During her visit to Manila last month, Clinton delivered a strong message of assurance and support to the Philippines in protecting its maritime domain and improving territorial defense.

Although Clinton did not mention China, she vowed military support for the Philippines as she delivered a strong US statement from the deck of an American warship that arrived in Manila for her visit.

The territorial conflict and heightened tensions between China and the Philippines over the resource-rich West Philippine Sea (South China Sea) remain a critical factor in bilateral relations between the two neighbors.

Clinton said that as the Philippines moves to improve its territorial defense, the US is considering transferring a second patrol ship to help protect maritime domain.

Clinton said the US is now updating all its alliances in the region based on three guidelines.

She said the US is working to ensure that the core objectives of its alliances have the political support of the people.

Washington wants its alliances to be nimble, adoptive and flexible to continue to deliver results in this new world.

Clinton said the US will ensure that its collective defense capabilities and communications infrastructure are operationally and materially capable of deterring provocation.

She said the US is considering providing another vessel to the Philippines “as you move to improve your territorial defense and interdiction capability.”

The Philippines formally accepted in May a US Coast Guard Hamilton-class cutter acquired by the government through the US Foreign Military Sales program.

The cutter officially became the BRP Gregorio del Pilar and is the largest patrol ship in the Philippine Navy arsenal.

Del Rosario said in June that he submitted to the Pentagon the country’s “wish list” of military equipment to strengthen its capability in securing its maritime territory.

The list of equipment was determined by the Department of National Defense (DND) during a meeting with Del Rosario before he visited Washington. He confirmed that the list is for the maritime needs of the country.

According to Del Rosario, the Pentagon would send a team to Manila this year to look into the Philippines’ requirements for maritime security.

Washington has provided the Philippines $53 million for coast watch since 2007.

During his talks with Del Rosario at the Pentagon on June 24, former US Defense secretary Robert Gates expressed readiness to strengthen the Philippines’ capability in securing its maritime territory.

In a separate meeting by Del Rosario with US National Director for Intelligence (NDI) James Clapper, the US official pledged to enhance the NDI’s intelligence-sharing with the Philippines to heighten the latter’s maritime situational awareness and surveillance in the West Philippine Sea.

Defense options

Del Rosario conveyed to US defense officials that to complement the Excess Defense Articles (EDA), which the US traditionally turns over to the Philippines, he is exploring an option to access newer US military assets.

In response, US Defense Undersecretary for Policy Michelle Fluornoy said, “We would be happy to have our team look into the full range of requirements (for maritime security).”

She added: “We should not allow this perception that you are alone and we are not behind you.”

Clapper emphasized the US “has a long association” with the Philippines and “we’ll do whatever we can to help” even as he expressed concern over the recent incidents in the West Philippine Sea.

The Philippines conveyed to the US the country’s resolve to strengthen its capabilities to defend its maritime territory because it is “prepared to do what is necessary to stand up to any aggression in its backyard” amid the rising tension in the West Philippine Sea.

The Philippine government’s preparedness to take action in the territorial dispute was conveyed during a meeting of Del Rosario and Clinton at the State Department on June 23.

Del Rosario and Clinton discussed the situation in the West Philippine Sea, and shared the view that the recent incidents there are a source of concern and could undermine regional peace and stability.

The two officials agreed to consult closely on ways to protect their shared interest in maintaining freedom of navigation, respect for international law, and unimpeded lawful commerce in the West Philippine Sea.

Del Rosario emphasized during the meeting the Philippine government’s resolve to strengthen its capabilities to defend its maritime territory “because the Philippines is prepared to do what is necessary to stand up to any aggressive action in our backyard.”

24 Desember 2011

Uji Terbang PUNA dengan Dilengkapi Tabung Flare

24 Desember 2011

UAV Wulung dengan tabung flare (photo : hendynoze)

Untuk kesekian kalinya, Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan (PTIPK) BPPT telah mengadakan uji coba penerbangan Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) tipe Wulung, Alap-alap dan Sriti di Lapangan Udara Nusawiru Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat (19-20/12). Perbedaan dalam pengujian kali ini adalah dengan adanya penambahan peralatan tabung flare pada bagian sayap PUNA tipe Wulung.

“Pengembangan dan rancang bangun PUNA ini sebenarnya sudah lama dilakukan oleh BPPT. Namun baru sejak 2010, program ini ditetapkan sebagai salah satu program nasional hingga tahun 2014 medatang. Untuk saat ini, sebagian besar komponen dan peralatan yang digunakan masih diimpor dari luar negeri, namun ke depan akan diupayakan adanya peningkatan TKDN,” jelas Kepala Bidang Matra Laut BPPT, Akhmad Rifai.

Proses pengujian diawali dengan melakukan persiapan ground control station dan proses pemasangan tabung Flare. Ini merupakan metode baru yang dilakukan dalam proses pengujian PUNA. Flare yang biasanya digunakan dalam operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dipasang dalam sayap PUNA kemudian terbang hingga tabung flare tersebut meletup mengeluarkan asap dan api. “Melalui uji coba tersebut maka dapat dikatakan bahwa pesawat PUNA dapat digunakan sebagai pesawat dalam pengoperasian TMC. Penggunaan PUNA dalam operasi TMC tersebut belum pernah dilakukan di negara lain, sehingga jika suatu saat PUNA benar0benar digunakan dalam operasi TMC, Indonesia menjadi negara pertama yang menggunakannya,” ungkap perekayasa dari Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan (UPT-HB), Jusef Tiansyah di sela-sela uji terbang PUNA.

Pengujian PUNA tersebut disaksikan oleh Kepala BPPT didampingi Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR) dan Deputi Kementerian Ristek serta beberapa pejabat BPPT lainnya. Hadir pula perwakilan dari PT Pindad, LAPAN dan Kementerian Pertahanan. Kepala BPPT menyaksikan secara langsung performance take off PUNA tipe Wulung dan memantau terus hingga PUNA akhirnya landing dengan sempurna.
Selain pengujian PUNA tipe Wulung, dilakukan pula pada hari berikutnya pengujian tes terbang dari tipe PUNA lain, yaitu tipe Alap-alap dan Sriti. (JSYRA/humas)

23 Desember 2011

South Korea Unveils a New Medium-Range SAM

23 Desember 2011

Cheongung medium range SAM, can reach target at 40km range (photo : Defense Update)

South Korea unveils a new medium-range surface-to-air missile the Cheongung M-SAM

In December 2011, South Korea unveils its new new medium-range surface-to-air missile. The Cheongung missile will be deployed from 2013. In the second phase from next year until 2018, the ADD plans to turn the Cheongung into a ballistic interceptor missile, which would lay the groundwork for a Korean version of the Patriot Advanced Capability (PAC)-3.

Staff of the Agency for South Korean Defense Development demonstrate the Cheongung surface-to-air missile at the Daejeon headquarters of the Army.

South Korea Korea is the fifth country after Russia, France, Taiwan and Japan to have developed such a weapon. The U.S. is currently developing a high-tech medium-range surface-to-air missile in cooperation with Italy and Germany, under the name of MEADS (Medium Extended Air Defense Missile Systems).

The new SAM called ‘Cheongung’ (Iron Hawk) can intercept targets at altitude up to 15 km and at a range of about 40 km. LIG Nex1 plans to begin production in 2012 and according to the original schedule, begin replacing the first MIM-23 Hawk batteries beginning 2013.

Following the induction of the new Cheongung Seoul plans to offer the missile for export. Seoul estimates the market potential of such missiles at over US$2.3 billion. Apparently, the Russian Company that developed the system, Almaz Antey, thought the same as they kept the program alive after transferring the prototypes to Korea. The Russian version known as Vityaz could be ready to replace first generation S-300PS (5V55R) missiles, covering a similar intercept envelope, by the end of their service in 2015.

The South Korean Agency for Defense Development began development of the Cheongung in 2006, but started research in 2001 based on Russia's S-400 missile system. In cooperation with Russia, a Korean engineering team replaced a massive Russian radar system with a small device, which can be installed on a truck. The team also began research on a missile propulsion system based on the small Russian-made 9M96 missile. The radar is installed at the head of the missile to let it trace its own target.

US Navy Plans to Launch UAV from Submarine

23 Desember 2011

UAV launch from the submarine (image : Raytheon)

US Navy Subs to Deploy Switchblade UAV

The US Navy plans to launch AeroVironment's Switchblade small, expendable unmanned aircraft from a submerged submarine during the RIMPAC 2012 naval exercise in the Pacific.

A contract has been awarded to Raytheon, which has developed the submerged launch vehicle (SLV) that allows the UAV to be deployed via the submarine's trash disposal unit when the boat is at periscope depth. The SLV gets the UAV to the surface dry and then ejects it into flight.

The contract for five sets of SLV and UAV is a continuation of the Submarine Over-The-Horizon Organic Capabilities (SOTHOC) program, under which Raytheon in 2008 demonstrated the "over-the-side" deployment of the SLV and UAV from a surface ship.

In the SOTHOC concept, the SLV and electric-powered UAV are stored on board as an all-up round. Ejected from the submerged submarine's trash disposal unit, the SLV is weighted to descend to a safe distance from the boat, then shed the weight and inflate a float collar.

Switchblade small and expendable UAV (photo : AeroVironment)

The collar is pulsed to control the rate of ascent. As it approaches the surface, the SLV deploys a water drogue to provide stabilization and a vane to align it into the wind. The tube then pivots to a 35-degree angle and ejects the folding-wing UAV.

According to a "justifaction and approval" on fbo.gov for award of the sole-source contract to Raytheon to support RIMPAC 2012, the company has been working on SOTHOC since 2007 and deployed the Switchblade from a submerged submarine at periscope depth for the first time under a FY2008 follow-on contract.

Under an FY2010 contract, the J&A says, Raytheon upgraded the Switchblade for the SOTHOC concept, conducted land-based testing and supplied five SLVs and seven UAVs for a tactical development exercise. The latest award is being made under the same IDIQ umbrella contract.

(Aviation Week)

TNI-AL Siapkan Personel Tiga Kapal Selam Baru

23 Desember 2011





Sebanyak 150 personel akan dipersiapkan untuk mengawaki 3 kapal selam baru (photo : TNI AL)


Jakarta (ANTARA News) - Markas Besar TNI Angkatan Laut tengah mempersiapkan sejumlah personel untuk mengawaki tiga kapal selam baru yang baru saja ditandatangani kontraknya.
"Kemungkinan ada sekitar 150 personel yang akan disiapkan dan dikirim untuk belajar di Korea Selatan secara bertahap," kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Untung Suropati di Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan secara umum kemampuan personel kapal selam TNI Angkatan Laut tidak perlu diragukan.

"Secara umum, personel kami sudah menguasai seluk beluk kapal selam dan tidak ada keraguan untuk itu," kata Untung.

Kontrak pengadaan tiga kapal selam baru untuk TNI Angkatan Laut telah ditandatangani antara Kementerian Pertahanan Republik dengan perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME).

Kontrak tersebut ditandatangani pihak Kemhan RI diwakili oleh Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan RI Mayjen TNI Ediwan Prabowo, sedangkan pihak DSME diwakili oleh President & CEO DSME Sang-Tae Nam, Selasa (20/12) malam.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan dalam kontrak itu ada ketentuan mengenai mekanisme alih teknologi mulai dari awal hingga akhir pengadaan selesai seluruhnya.

"Artinya dari awal pembelian proses alih teknologi itu sudah berjalan, yakni dengan mengirimkan sejumlah teknisi yang masa kerjanya masih panjang untuk melihat langsung proses pembuatan kapal selam itu," ujar Wamenhan.

"Pengadaan sumber daya manusia yang akan dikirim ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia, khususnya PT PAL. Dan jumlahnya relatif besar minimal 50 orang," ujar Sjafrie.

Pada pengadaan tahap kedua, para teknisi yang telah dikirimkan tersebut diharapkan mulai terlibat dalam hal-hal teknis menyangkut pembuatan kapal selam.

"Nah disini mulai ada interaksi fisik langsung para teknisi kita dalam proses pembuatan kapal selam. Jadi, peran negara produsen sudah sekitar 50 persen diambil oleh para teknisi kita," tutur dia.

Sjafrie menambahkan selama proses pembuatan dua kapal selam itu selain menyiapkan dan mengirimkan para teknisi juga sudah dibangun pula galangannya. "Sehingga semua ini berjalan paralel," katanya.

Selanjutnya, ujar Sjafrie, pada pembuatan kapal selam ketiga sudah dapat dilakukan di Indonesia dan seluruhnya dilakukan oleh tenaga-tenaga Indonesia.

"Itu kebijakan dasar, strategi besar dalam mekanisme pengadaan alat utama sistem senjata yang ditetapkan Indonesia baik untuk pengadaan alat utama sisitem senjata berteknologi tinggi seperti kapal selam, maupun berteknologi sedang," kata Wamenhan.

(Antara)

CN-235 Ketiga Korean National Guard Diserahkan

23 Desember 2011

CN-235 versi Maritime Patrol untuk Korean Coast Guard (photo : Kaksus Militer)

Bandung (ANTARA News) - Korean National Guard menerima pesawat CN-235 Maritme Patrol Aircraft ketiga dari hanggar produksi PT Dirgantara Indonesia (PTDI), di Bandung, Jumat. Total pesanan pesawat intai maritim menengah dari Korea Selatan itu sebanyak empat unit dengan total nilai kontrak sekitar 94 juta dolar Amerika Serikat.

"Sebelum pesawat CN-235 MPA yang ketiga ini diterbangkan ke Korea Selatan, pesawat telah menjalani serangkaian pengujian sesuai prosedur yang berlaku serta telah menjalani uji penerimaan," kata Direktur Aircraft Integration PTDI, Budiman Saleh.

Korea Selatan sebetulnya memiliki sendiri industri pesawat terbang yang cukup mumpuni di kelas dunia. Namun telah beberapa kali negara itu mempercayakan keperluan pesawat terbangnya kepada PT Dirgantara Indonesia. Ini menjadi bukti keampuhan produk dalam negeri Indonesia dengan harga bersaing di tingkat internasional.

Korea Selatan sejak 1994 tercatat telah menggunakan dua skuadron pesawat CN-235 untuk memperkuat angkatan udaranya.

"Kepercayaan ini tentu harus dipelihara terus agar PTDI memperoleh kontrak-kontrak berikutnya, bukan hanya dari Pemerintah Korea Selatan, melainkan juga dari pelanggan-pelanggan lain yang memang membutuhkan pesawat sekelas CN-235," ujarnya.

Saleh menjelaskan, pesawat CN-235 MPA untuk Korean National Guard pertama dan ke dua telah diserahkan pada Mei 2011, sedangkan untuk pesawat yang keempat akan diserahkan pada kuartal pertama tahun 2012. Kontrak jual beli pesawat KCG ini ditandatangani pada Desember 2008 lalu.

Spesifikasi khusus CN-235 MPA antara lain dilengkapi instrumen radar khusus, forward looking infra red (FLIR-penjejak berbasis infra merah tinjauan bawah), ESM, instrumen identification friend or foe (IFF-pengenal wahana kawan atau musuh), navigasi taktik, sistem komputer taktis, kamera pengintai udara, dan beberapa yang lain. Dua mesin CT7-9C yang masing-masing berkekuatan 1.750 daya kuda dipasang di kedua pilon mesin di bentang sayapnya.

Secara fisik, CN-235 MPA ini berukuran lebih panjang dan memiliki struktur lebih kuat ketimbang seri sipil CN-235. Di bagian hidung di bawah jendela kokpit, terdapat tonjolan berisikan berbagai instrumen khusus itu. Struktur pesawat terbang juga diperkuat karena operasionalisasi CN-235 MPA lebih dominan di wilayah maritim yang berpotensi korosif terhadap metal penyusun pesawat terbang itu.

Secara khusus, Saleh bersyukur dan gembira bahwa restrukturisasi bisnis di lingkungan PTDI terus berjalan. Program restrukturisasi bisnis tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi perusahaan.

Melalui upaya restrukturisasi itu PTDI terus mengembangkan dan mempertahankan lini CN-235, kelompok Aircraft Services, dan kelompok Manufacturing Services.

Selain itu PTDI juga terus mencari mitra strategis untuk lini N250, NC-212, Helikopter, dan kelompok Engineering Services, sementara lini usaha pertahanan keamanan dan Advanced Technology Education Center (ATEC) diupayakan agar mampu mandiri. (ANT).

PT PAL Siap Alih Teknologi Kapal Selam

23 Desember 2011

DSME sudah berpengalaman dalam membangun Type 209 untuk AL Korsel dan overhaul dua kapal selam Type 209 milik Indonesia (photo : Kaskus Militer)

SURABAYA – PT PAL siap melaksanakan transfer of technology (ToT) pembuatan kapal selama dari Korea Selatan (Korsel).

BUMN berbasis diSurabaya itu bahkan sudah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan fasilitas pembuatan kapal selam sejak dua tahun lalu,saat pemerintah memprogramkan overhaulkapal selam KRI Cakra dan KRI Nanggala. “Dari hasil survei yang dilakukan beberapa calon partner atau peserta tender luar negeri jauh hari sebelum proses pengadaan kapal selam, termasuk negara asal pembuat kapal selam yang sekarang kita miliki,PT PAL telah memenuhi persyaratan teknis untuk membangun kapal selam,” ucap Direktur SDM dan Umum PT PAL Indonesia Sewoko Kartanegara kepada SINDO kemarin.

Dari persiapan yang sudah dilakukan,PT PAL hanya perlu melengkapi beberapa peralatan khusus. Dia pun berharap pemerintah dapat membantu pendanaan untuk investasi pengadaan alat. Peralatan apa yang dimaksud, Sewoko tidak mengungkapkan.Namun, alat khusus dimaksud dipastikan sangat vital dan mahal. Manajer Humas PT PAL Indonesia Bayu Witjaksono yang dihubungi terpisah juga mengatakan, pihaknya sudah melakukan sejumlah persiapan untuk memproduksi kapal selam hasil kerja sama antara Kementerian Pertahanan RI dan Daewoo Ship-building and Marine Enginering (DSME).

“Kami sudah mulai menyiapkan lokasi yang akan digunakan untuk tempat produksi kapal selam itu. Kemudian, desain rancangan kapal selam juga sudah kami buat,”ujarnya. Anggota Komisi I DPR Sidarto Danusubroto mendukung proses pembelian alatalat pertahanan termasuk kapal selam harus dibarengi dengan ToT sehingga Indonesia tidak terus bergantung pada negara lain. Politikus dari PDI Perjuangan itu pun mengingatkan, selama ini komitmen dan dukungan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan dalam negeri seperti PT PAL masih belum tampak.Padahal, perusahaan tersebut punya kemampuan dalam memproduksi alat-alat pertahanan.

Sebelumnya Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin menuturkan, dalam kontrak itu ada ketentuan mengenai mekanisme ToT mulai dari awal hingga akhir pengadaan selesai seluruhnya.Sebagai bagian ToT, Indonesia akan mengirimkan sejumlah teknisi untuk melihat langsung proses pembuatan kapal selam. Pada pengadaan tahap kedua, para teknisi yang telah dikirim diharapkan mulai terlibat pekerjaan teknis pembuatan kapal selam. Selama proses pembuatan dua kapal selam itu pula, galangan kapal selam di Indonesia mulai dibangun. Selanjutnya pada pembuatan kapal selam ketiga sudah dapat dilakukan di Tanah Air.

Learning by Doing

PT PAL mengusulkan, dalam pengadaan tiga kapal selam dengan konsep joint productionsitu, mekanismeToT dilakukan dengan model ‘learning by doing’,yakni PT PAL terlibat mulai dari proses desain hingga produksi untuk seluruh kapal, termasuk yang diproduksi di Korsel. Model-model ToT seperti ini penting untuk diperhatikan karena sangat menentukan dalam kemampuan penyerapan teknologi. Dia kemudian menuturkan, Korsel adalah negara yang peduli mengenai masalah ini.

Menurut Sewoko,pada saat Korea Selatan/DSME melakukan ToT dengan Howaldtswerke-Deutsche Werft GmbH (HDW) Jerman, mereka mengirim 200 orang ke Jerman untuk ToT. Sedangkan pada saat overhaulkapal selam kita di Korea Selatan, kita diminta mengirim personel terbatas untuk 10 orang dengan waktu yang pendek.

Hornets Can Keep Flying Until 2021

23 Desember 2011

RAAF's F/A-18 Classic Hornet (photo : Militaryphotos)

Hornets can keep flying until JSF arrives

Defence sources are confident it will be possible to fly sufficient RAAF "classic" Hornet jet fighters long enough to avoid an air defence capability gap at the end the decade.

The RAAF has 24 brand new F/A-18F Super Hornets and 71 of the F/A-18A-B "classic" Hornets dating back to the 1980s.

The 71 "Top Gun" era fighters were due to be retired in 2018 but, as a result of delays in the Joint Strike Fighter program, some are now expected to be kept in service until 2021.
All of the "classic" or "legacy" Hornets are undergoing a major capability upgrade as part of the AIR 5376 program.

This includes the installation of an electronic warfare modification program which includes a new radar warning receiver, an extra countermeasures dispenser, electronic countermeasures systems and more computer memory. Full delivery of the work is scheduled to occur in 2013.

The "classic" Hornets are also well on the way to getting an even more lethal sting following the successful test firing of a Joint Air to Surface Stand-off missile at the Woomera range in July.
Ordered by the Howard government in 2006 ahead of the retirement of the F-111, the JASSM has a range of more than 200km and can shatter hardened concrete bunkers.

Defence insiders say there will be no need to keep all of the "classic" Hornets flying until the very last of the expected 100 JSFs arrives.

As each JSF squadron comes on line an equivalent number of F/A 18A-Bs will be stood down.
The plan, as spelt out in the latest update of the Defence Capability Plan issued earlier this week, is for Australia to have its first battle-ready JSFs in 2018.

The first and second squadrons are to be based at Williamtown.

The third squadron will be based in Tindal with a fourth at Amberley.

It is expected that three squadrons will have achieved Initial Operating Capability by 2021.

Defence’s 2010-2011 annual report noted the Defence Materiel Organisation had been very successful in keeping the "classic" Hornets in the air – despite emerging issues such as corrosion and component failure.

"Recovery plans were successfully developed and implemented to manage these issues," it states.

"On average, since February 2011, DMO has met the Air Force’s requirements for available and operations F/A-18 aircraft."

22 Desember 2011

Satu Herkules TNI-AU Segera Kembali dari Amerika Serikat

22 Desember 2011

Hercules A-1323 TNI Angkatan Udara (photo : ARINC)

Jakarta (ANTARA News) - Jumat besok (23/12), satu unit pesawat angkut berat C-130 Herkules TNI-AU akan kembali mengarungi udara Indonesia seusai menjalani pemeliharaan tingkat berat di Oklahoma, Amerika Serikat.

"Menurut rencana, besok pesawat mulai diberangkatkan ke Indonesia," kata Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI-AU, Marsekal Muda TNI Rodi Suprasojo, di Jakarta, Kamis.

Satu unit pesawat angkut berat C-130 Herkules TNI-AU menjalani pemeliharaan berat dalam Programmed Depot Maintenance di hanggar perusahaan swasta ARINC, di Oklahoma, Amerika Serikat. Program penyehatan kembali jajaran "Herky" Indonesia itu bagian dari kerja sama militer Indonesia dengan Amerika Serikat.

Satu pesawat yang menjalani pemeliharaan berat di ARINC untuk kali pertama itu, bernomor register A-1323. Perbaikan menyeluruh mulai dari inspeksi D (inspeksi berat) sampai ke berbagai sistem dan subsistem di tubuh Herkules itu cukup menyita waktu, dari rencana enam bulan selesai molor hingga satu tahun.

Suprasodjo mengemukakan, program dibiayai hibah Amerika Serikat itu bertujuan meningkatkan kemampuan dan kesiapan pesawat C-130 Hercules TNI Angkatan Udara. Kedayagunaan Herkules bagi banyak negara sudah terbukti, dia bisa dikerahkan untuk misi perang atau non perang serta kemanusiaan.

Ia menambahkan, hibah bagi pemeliharaan C-130 Hercules TNI Angkatan Udara akan dilakukan bertahap. Indonesia adalah negara pertama di luar Amerika Serikat yang mengoperasikan C-130 Herkules dan pesawat transpor berat pertama milik Indonesia itu masih ada; diparkir selamanya sebagai monumen di Markas Komando Korps Pasukan Khas TNI-AU, di Pangkalan TNI-AU Sulaeman, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

"Jika satu unit ini telah selesai dan berhasil ditingkatkan kemampuannya, maka dua unit pesawat angkut berat sejenis juga akan menjalani pemeliharaan di Oklahoma," tutur Rodi.

Teknisi TNI Angkatan Udara sebenarnya telah memiliki kemampuan untuk melakukan pemeliharaan pesawat C-130 Hercules seperti Depo Pemeliharaan 30 di Pangkalan Udara Abdurahman Saleh, Malang. Hanya saja, pihak AS ingin melakukan pengecekan dan pemeliharaan secara menyeluruh dan teliti. (R018)

Sekjen Kemhan Resmikan Design Center Pengembangan Pesawat Tempur KF-X/IF-X

22 Desember 2011

Pesawat KFX hasil impresi artis (image : Kookbang Ilbo)



Bandung, DMC - Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Marsdya TNI Eris Herryanto, S.IP, M.A., meresmikan kantor Design CentreProgram Pengembangan Pesawat Tempur KF-X/IF-X, Kamis (22/12) di Gedung Pusat Teknologi PT. Dirgantara Indonesia, Bandung.


Peresmnian ditandai dengan penandatangan prasasti oleh Sekjen Kemhan yang didampingi Dirjen Potensi Pertahanan Kemhan Prof. Dr. Pos M. Hutabarat, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemhan Prof. Dr. Ir. Edi S Siradj, M.Sc. dan Direktur PT.Dirgantara Indonesia Budi Santoso.


Design Centre ini dibangun sebagai tempat yang berfungsi sebagai back up dan mirroring system dalam pembangunan teknologi pesawat KF-X/IF-X. Program pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X merupakan program kerjasama Goverment to Goverment (G to G) antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Korea.


Program ini dibawah koordinasi Kementerian Pertahanan dan melibatkan TNI AU, PT.Dirgantara Indonesia, Perguruan Tinggi, Kementerian Riset dan Teknologi dan BPPT. Pesawat KF-X/IF-X adalah pesawat tempur multi-role generasi 4.5 (F16++) yang dirancang untuk dioperasikan setelah tahiun 2020.


Sekjen Kemhan dalam sambutannya mengatakan, Design Center ini dibangun selain sebagai backup kegiatan para Enginer Indonesia yang tergabung dalam Tim Enginering di CRDC Korea, juga digunakan pula untuk memberikan pengalaman kepada pada insinyur – insinyur muda Indonesia untuk dapat terlibat kemudian memahami dan juga sebagai penerus di kemudian hari.


Design Center ini dibangun dengan inventasi yang tidak sedikit, oleh karena itu diharapkan ini menjadi tempat bagi Tim KF-X/IF-X dalam mengintegrasikan kemampuan dan engineringnya baik yang ada di CRDC Korea maupun di PT. Dirgantara Indonesia, guna mendapatkan hasil yang maksimal terhadap design pesawat tempur KF-X/IF-X yang akan dibuat.


Sekjen Kemhan mengungkapkan telah mendapat laporan bahwa Insinyur – Insinyur Indonesia tidak juga kalah dengan insinyur – insinyur dari Korea. Insinyur Indonesia yang terlibat dalam pekerjaan technology development di CRDC Korea bahkan dalam beberapa sub keahlian mereka memimpin.

Oleh karena itu, pada kesempatan tersebut Sekjen Kemhan menyampaikan rasa bangsa dan terimkasih kepada insinyur yang telah dikirim ke Korea Selatan dan kedepan diharapkan dapat memberikan motivasi kepada kita semua didalam menjalankan program.


Sekjen kembali menegaskan bahwa program pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X ini merupakan program nasional dan menjadi program kebanggaan bangsa Indonesia. Kesuksesan program ini akan menjadi kesuksesan bersama, memang sebagai ujung tombang adalah PT. Dirgantara Indonesia, namun peran dari semua pihak juga sangat diperlukan baik itu dari Kementerian Ristek, BPPT, ITB atau Universitas lain yang mendukung.


Sekjen Kemhan lebih lanjut menegaskan, kemampuan dalam pembuatan pesawat tempur mempunyai nilai yang sangat strategis, karena tidak banyak negara yang mampu membuat pesawat tempur dan pesawat tempur ini masih akan terus digunakan oleh negara – negara didalam membangun kekuatan pertahanannya.


Mungkin pada awal-awal sekarang ini dirasa masih terasa berat untuk mengikuti kegiatan di dalam pengembangan pesawat KF-X/IF-X, namun kalau melihat kedepan mungkin ini akan menjadi solusi bagi Indonesia dalam memperkuat pertahanan. Karena kalau pertahanan kuat salah satunya dibackup dengan kemampuan pesawat tempur maka diplomasi dan perekonomian Indonesia bisa berjalan akan baik.


“Ini pemikiran saya mengapa sangat strategis kita harus berhasil didalam meningkatkan kemampuan kita membuat pesawat tempur kedepan, dibuatnya Design Center untuk membackup agar secepatnya kita mendapatkan alih teknologi dari negara yang sudah lebih maju dari kita. Sehingga kedepan kita bisa mandiri didalam mendukung kebutuhan pertahanan khususnya pesawat tempur”, tambah Sekjen Kemhan.


Mengakhiri sambutannya Sekjen kembali menekankan kembali kepada Tim KF-X/IF-X untuk memaksimalkan keberadaan Design Center ini dalam mendukung Tim Enginering Indonesia di CRDC Korea dan sekaligus Tim Enginering di Indonesia yang sudah mulai dirintis pembentukannya. (BDI/SR)


(DMC)

PNoy to Buy PAF 2 More C130 Planes for Relief Goods Transport

22 Desember 2011


C130 Hercules (photo : Vaclav Kudela)

CAGAYAN DE ORO CITY, Misamis Occidental (PIA) -- Responding to the problem of food scarcity in Typhoon Sendong devastated areas of the vity, President Benigno S. Aquino III promised to buy at least two more units of the C130 Cargo plane for the Philippine Air Force (PAF), next year.

During his visit to assess the devastation brought by ‘Sendong’ in the city, the president said that there is only one C130 Cargo Plane in the PAF inventory that has been bringing relief items to flashflood victims. He added that it is currently down for maintenance.

“We have offers of assistance coming in from America, Russia, Japan and other countries and the Americans will, most probably, provide us with the necessary airlift capability to fast track what we need,” Aquino said.

We have two other C130 cargo planes in the pipeline but they’re not yet ready for events like this and will be available only, next year, he also said.

According to him, the funds to buy the planes are readily available.

“We have at least two (2) sources to tap, domestic and foreign: the Asian Development Bank (ADB) will be assisting us with a loan of US$3million grant and the World Bank (WB) facility that has also offered us,” the President added.

He said many Filipinos in the other parts of the country have responded to his call for help and the donated items only wait for the availability to transport them, where they are needed.

Meanwhile, the National Disaster Risk Reduction and Management Council (NDRRMC) has reported to the president that PAF has airlifted some P21.53 million-worth of relief supplies from Dec. 18-20, as augmentation support to the on-going relief operations in Northern Mindanao.

These supplies included food and non-food items, such as, sacks of rice, boxes of instant noodles, canned goods, bottled drinking water, mats, blankets, mosquito nets, used clothing, medicines, cadaver bags and even coffins, among others.

In his orders as the Commander-n-Chief of the Armed Forces of the Philippines (AFP), Aquino directed PAF’s Search and Rescue Squadrons (SRS) to help in the search, rescue, retrieval and recovery (SRRR) operations of the flashflood areas.

For this purpose, the 5053rd based in Davao City had established an advance command post (ACP) at the Tactical Operations Group, Northern Mindanao (TOG-10) Headquarters in Lumbia Airport, this city.

The team also deployed three UH-IH helicopters with tail numbers 517, 317 and 806 to do the SAR sorties in the flashflood-affected barangays of the city.

Helping out in the SRRR Operations in the Negros and Iloilo is the 5052ndSRS, which is based Mactan, Cebu City. (PIA-10)

(PIA)

21 Desember 2011

HMAS Choules Arrives Home in Australia

21 Desember 2011

HMAS Choules amphibious landing ship (photo : Aus DoD)

Navy's Capability Boosted with New Ship Arrival

The Royal Australian Navy’s newest ship HMASChoules has arrived at its homeport at Fleet Base East in Sydney after being formally commissioned into service in Fremantle on 13 December 2011.

Commander of Australian Fleet, Rear Admiral Steve Gilmore AM, CSC, RAN welcomed the ship and her crew of 158 and said she would make an exciting addition to the Navy.

“It was terrific to see her sail through Sydney Harbour flying the White Ensign for the first time,” Rear Admiral Gilmore said.

HMAS Choules has been named after the longest surviving World War One veteran, Claude Choules who passed away in April this year at age 110.

“The crew has already given the ship a strong sense of character through the hard work that has been undertaken in the lead up to HMAS Choules’ commissioning,” Rear Admiral Gilmore said.

The acquisition of this ship will help ensure that the Royal Australian Navy has the amphibious capability it needs for operations and humanitarian support in our region in the period leading up to the arrival of the Royal Australian Navy’s Landing Helicopter Dock ships in 2014 and 2015.

With a cargo capacity the equivalent of HMA Ships Manoora, Kanimbla and Tobruk combined, HMASChoules is a proven capability having provided humanitarian relief when she was under Royal Navy command as RFA Largs Bay, assisting as part of the international response to the Haiti earthquake in 2010.

The 176 metre long vessel has a crew of 158 Officers and sailors, and can accommodate two large helicopters such as Sea Hawks and Black Hawks, 150 light trucks and 350 troops. HMAS Choules also carries two mexeflotes, which are landing raft, designed to move goods and vehicles between the ship and the shore.

The Royal Australian Navy now has the following amphibious capability if required to provide humanitarian and disaster relief during the current cyclone season:

  • HMAS Choules;
  • HMAS Tobruk;
  • Windermere – leased from P&O until 31 January 2012, with the option to extend to the end of February 2012;
  • HMNZS Canterbury – under Australia’s agreement with New Zealand it would be made available as part of the joint Pacific-focused Ready Response Force, subject to any operational requirements in New Zealand.

(RAN)

Kemhan RI - DSME Korea Selatan Tandatangani Kontrak Pengadaan Kapal Selam

21 Desember 2011

Tiga kapal selam akan dibangun untuk kebutuhan TNI AL (photo : DMC)

Jakarta, DMC - Kementerian Pertahanan Republik Indonesia telah menandatangani kontrak pengadaan tiga unit kapal selam dengan perusahaan galangan kapal asal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding Marine Enginering (DSME). Kontrak tersebut ditandatangani kedua belah pihak yang dalam hal ini pihak Kemhan RI diwakili oleh Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan RI Mayjen TNI Ediwan Prabowo, sedangkan pihak DSME diwakili oleh President & CEO DSME Sang-Tae Nam, Selasa Malam (20/12) di kantor Kemhan RI, Jakarta.

Hadir menyaksikan penandatanganan kontrak tersebut, Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Young Sun Kim, Atase Pertahanan Korea Selatan di Jakarta Kolonel Moo Dae Cheol, serta sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan, Mabes TNI dan Mabes TNI Angkatan Laut.

Pengadaan tiga unit kapal selam baru ini untuk melengkapi armada tempur TNI Angkatan Laut. Dengan kehadiran tiga kapal selam baru ini, diharapkan daya tempur dan daya tangkal TNI Angkatan Laut semakin kuat.

Sebelumnya, untuk pengadaan kapal selam TNI AL ada beberapa negara yang menjadi pilihan seperti Jerman (U-209), Korea Selatan (Changbogo), Rusia (Kelas Kilo), dan Prancis (Scorpene). Setelah melalui tender dan disesuaikan dengan spesifikasi teknis dan kebutuhan operasional serta anggaran yang ada, akhirnya diputuskan pengadaan dilakukan dari Korea Selatan.

Kabaranahan Kemhan RI dalam sambutannya mengatakan, pembahasan atas penyiapan kontrak kapal selam ini merupakan hal yang cukup rumit. Namun demikian kedua belah pihak bersama - sama telah bekerja keras dapat mewujudkannya dan diharapkan nantinya dapat berkelanjutan secara baik.

Lebih lanjut Kabaranahan Kemhan RI mengatakan, dengan penandatanganan kontrak ini masih ada hal – hal yang perlu dibahas lebih lanjut oleh kedua belah pihak yaitu tentang Transfer of Technology (ToT) yang diharapkan dapat segera dituntaskan dan nantinya dapat menguntungkan kedua belah pihak.

Mengakhiri sambutannya, Kabaranahan Kemhan RI berharap penandatanganan kontrak ini menjadi momen yang bersejarah bagi Pemerintah Indonesia khususnya Kemhan RI, DSME maupun bagi Pemerintah Korea Selatan.


Sementara itu, President & CEO DSME Sang-Tae Nam, mengatakan, kontrak pembangunan kapal selam ini diyakininya akan memberikan kontribusi dalam memperkuat dan meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara.

Sebelum kontrak pengadaan kapal selam ini, dijelaskan bahwa DSME telah menandatangani dua kontrak terpisah untuk meningkatkan kinerja dan perbaikan kapal selam milik Indonesia yaitu KRI Cakra dan KRI Nanggala.

Untuk kapal selam yang pertama yaitu KRI Cakra telah diserahkan kembali ke Indonesia pada April 2006. Sedangkan kapal selam kedua, KRI Nanggala sudah selesai perbaikannya dan sekarang sedang dalam percobaan, dijadwalkan pada Januari 2012 akan serahkan kembali kepada Indonesia.

Sedangkan dalam kontrak yang baru ini, DSME President & CEO DSME menjelaskan DSME akan membangun tiga Kapal selam DSME209 Kelas Diesel-Electric pesanan Kemhan RI. Dari ketiga kapal selam ini, kapal selam pertama dan kedua akan dibangun di Korea dengan melibatkan perusahaan galangan kapal Indonesia yaitu PT.PAL di Surabaya. Sedangkan untuk kapal selam ketiga nantinya akan diproduksi di PT. PAL.

Lebih lanjut President & CEO DSME Sang-Tae Nam berharap, proyek kerjasama ini akan meningkatkan kerjasama kedua negara, tidak hanya untuk industri pertahanan tetapi juga untuk pembuatan kapal dan industri lepas pantai melalui upaya bersama dari perusahaan galangan kapal Indonesia dan DSME.

Menurutnya, pembuatan kapal dan industri lepas pantai memiliki efek yang besar untuk industri terkait, menciptakan lapangan pekerjaan dan mempromosikan pembangunan seimbang sektor manufaktur secara keseluruhan. “Saya berharap kerja sama ini akan memberikan kontribusi bagi pengembangan industri perkapalan kedua negara”, tambahnya.

Dijelaskan bahwa DSME memiliki track record yang kuat dari operasi proyek - proyek kerjasama dengan galangan kapal luar negeri. Sekitar 20 tahun yang lalu, DSME mendapatkan Transfers of Technology dari Jerman dan telah berhasil membangun delapan kapal selam untuk Angkatan Laut Republik Korea Selatan. Dengan pengalaman ini, pihaknya yakin ini akan sangat membantu DSME dalam bekerjasama dengan baik dengan PT. PAL. (BDI/SR)

(DMC)

Baca Juga :

S. Korean Shipbuilder Signs Largest-Ever Defense Export Deal
21 Desember 2011

SEOUL, (Yonhap) -- A South Korean shipbuilder has signed the country's single-largest defense export deal, agreeing to sell submarines to Indonesia, officials said Wednesday.

Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering has won a 1.3 trillion won (US$1.1 billion) order to build three submarines for Jakarta, becoming the first local company to export submarines, the company and the state-run Defense Acquisition Program Administration (DAPA) said.

Daewoo Shipbuilding said it will deliver the submarines, each weighing 1,400 tons, by the first half of 2018.

The monetary value of the deal is South Korea's largest for a defense contract, Daewoo Shipbuilding said. It added the submarines to be exported can each carry 40 sailors and will be equipped with eight weapon tubes to fire torpedoes and guided missiles.

According to the DAPA, South Korean defense contractors acquired a record $2.4 billion in combined export orders this year, more than double the amount from a year ago and an increase of almost $2.2 billion from 2006.

Daewoo Shipbuilding had been competing with a French company since July. In September, Defense Minister Kim Kwan-jin visited Indonesia and asked Purnomo Yusgiantoro, his Indonesian counterpart, to add South Korean submarines to Jakarta's aging naval fleet.

This was the second major defense deal between Seoul and Jakarta this year. In May, the South's state-run Korea Aerospace Industries (KAI) agreed to export the T-50 Golden Eagle supersonic trainer jets to Indonesia.